Pages

Selasa, 19 Juli 2011

Orkestra Sepak Bola

Gegap Gempita Pemain Keduabelas, dari Sepak Bola hingga Politik

oleh: Henry Adrian

Yuli Sumpil saat memimpin puluhan ribu Aremania bernyanyi dan menari di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Henry Adrian)
Yuli Sumpil saat menjadi konduktor Aremania di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Henry Adrian)
Seorang pria melompat dari pagar yang memisahkan lapangan dengan bangku penonton. Setelah melompat, ia lantas meluncurkan dirinya di atas bendera Arema yang diikat miring menghadap lapangan layaknya aksi-aksi Jacky Chan di film yang ia tonton. Namun sial, bendera yang diikat tersebut tak mampu menahan berat badannya. Ia pun terjatuh ke dalam selokan yang terletak di bawah bendera tersebut. Kedalaman selokan itu sekitar dua meter. Pria yang hendak meredakan amarah suporter Arema yang terjadi di belakang gawang itu pun jatuh pingsan. Ketika sadar, ia sudah ditangani oleh seorang dokter yang lantas menanyainya.
“Pusing Yul?”
“Iyo, pusing, tapi ngga ngerti pusing minuman atau pusing jatuh.”
“Pingin muntah ngga?”
“Iyo, tapi ngga ngerti muntah mabuk atau muntah jatuh.”
“Wah, repot ini Yul.”

Minggu, 10 Juli 2011

Ikan Cakalang dari Blora

Catatan Sepuluh Tahun Pengasingan dan Pembuangan

oleh: Henry Adrian

Hampir seharian ratusan tahanan politik itu dijemur di Pelabuhan Sodong, Nusa Kambangan. Mereka menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Pulau Buru, Maluku. Sebuah pulau yang akan menjadi tempat pengasingan bagi mereka. 
Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua pada masa penahanannya. (Sindhunata)

Selagi menunggu kapal, beberapa tahanan beramai-ramai memakan daun bluntas mentah yang terletak di sejalur pagar bluntas dekat tempat mereka berbaris. Daun yang dipenuhi oleh debu jalanan ini tak sempat dicuci, andaikata sempat pun, mereka akan kena pukul terlebih dulu sebelum sempat meninggalkan barisan. Salah satu tahanan pemakan daun bluntas tersebut bernama Pramoedya Ananta Toer.
Pria yang saat itu berusia 44 tahun ini menceritakan bagaimana para tahanan melawan kelaparan. Sebagian memakan tikus kakus yang gemuk dan besar. Lainnya memakan bonggol pepaya ataupun pisang tanpa dimasak. Adapula yang memakan lintah darat. Bahkan, ada seorang tahanan yang menelan cicak mentah-mentah. “Keberanian menantang kelaparan adalah kepahlawanan tersendiri,” ungkap Pramoedya dalam bukunya ini.
Tweet Share