Catatan Sepuluh Tahun Pengasingan dan Pembuangan
oleh: Henry Adrian
oleh: Henry Adrian
Hampir seharian ratusan tahanan politik itu dijemur di Pelabuhan
Sodong, Nusa Kambangan. Mereka menunggu kapal yang akan membawa mereka ke Pulau
Buru, Maluku. Sebuah pulau yang akan menjadi tempat pengasingan bagi
mereka.
![]() |
Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua pada masa penahanannya. (Sindhunata) |
Selagi menunggu kapal, beberapa tahanan beramai-ramai memakan daun
bluntas mentah yang terletak di sejalur pagar bluntas dekat tempat mereka
berbaris. Daun yang dipenuhi oleh debu jalanan ini tak sempat dicuci, andaikata
sempat pun, mereka akan kena pukul terlebih dulu sebelum sempat meninggalkan
barisan. Salah satu tahanan pemakan daun bluntas tersebut bernama Pramoedya
Ananta Toer.
Pria yang saat itu berusia 44 tahun ini menceritakan bagaimana
para tahanan melawan kelaparan. Sebagian memakan tikus kakus yang gemuk dan
besar. Lainnya memakan bonggol pepaya ataupun pisang tanpa dimasak. Adapula
yang memakan lintah darat. Bahkan, ada seorang tahanan yang menelan cicak
mentah-mentah. “Keberanian menantang kelaparan adalah kepahlawanan tersendiri,”
ungkap Pramoedya dalam bukunya ini.
Buku Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu berisi catatan
pengalaman Pramoedya saat ditahan selama sepuluh tahun di Pulau Buru. Tanpa ada
proses peradilan, Pram, begitu sapaan akrab Pramoedya, diasingkan di pulau
tersebut antara tahun 1969-1979.
Semua tulisan dalam buku ini ditulis setelah tahun 1973, tahun
di mana Pram mulai diperbolehkan untuk menulis. Namun, diperbolehkan untuk
menulis tidak sama dengan diperbolehkan untuk memiliki hasil tulisannya tersebut. Beberapa kali tulisan Pram disita dan tak dikembalikan. Buku ini
disusun dari ratusan lembar kertas catatan yang berserakan.
Sebagian kertas itu telah rusak, sedangkan yang lainnya telah hilang.
Pram ikut dalam gelombang pertama pengangkutan tahanan politik ke
Pulau Buru. Total tahanan gelombang pertama yang dibawa ke Pulau Buru berjumlah 850 orang. Semuanya merupakan laki-laki dan berasal dari dua RTC
(Rumah Tahanan C(K)husus) yang ada di Jawa, yaitu di Jalan Salemba, Jakarta
Pusat dan Tangerang. Penyebutan rumah tahanan menjadi rumah tahanan khusus
terjadi sejak ribuan orang ditangkap karena dituduh terlibat dalam peristiwa
G30S.
Dalam pengangkutan tersebut, Pram dan ratusan tahanan lainnya
dibawa dengan KM ADRI XV (Kapal Motor Angkatan Darat Republik Indonesia).
Sebuah kapal bekas Perang Dunia II berbobot 3.500 ton yang selalu
terengah-engah. “Kadang mogok, berhenti, jadi permainan ombak di tengah laut, kapal kami, kapal negara kepulauan terbesar di muka bumi!” ungkap Pram. Setelah
membawa ratusan tahanan ke Pulau Buru, kapal ini pun akhirnya tenggelam
dalam perjalanannya menuju dok di Hongkong.
Rombongan Pramoedya ditempatkan dan dikunci di hidung haluan
kapal. Di depannya terdapat kakus yang telah ditumpuki oleh kotoran manusia.
Kontan, Pram dan teman-temannya pun langsung membersihkan kakus tersebut.
Kototan-kotoran itu disiram dengan air. Namun ai... bukannya turun ke saluran pembuangan,
kotoran itu justru menjelma menjadi rawa lumpur. Saluran pembuangan mampet.
Alhasil, ketika kapal sedikit terangkat karena ombak, genangan rawa lumpur
kotoran itu pun membanjiri ruangan tempat Pram dan teman-temannya berada.
“Dan hero-hero kotoran manusia tercengang? Terperangah? Tidak!
Waktu baru memasuki barak yang ditunjuk di penjara Karang Tengah, Nusa
Kambangan, onggokan kotoran manusia juga yang ditemui di seluruh barak…
Bedanya, lantai barak penjara dari tanah, lantai kapal ini dari besi karatan,”
ucap Pram dalam buku yang pertama kali terbit dalam edisi Belanda berjudul Lied van een Stomme ini.
Kisah diatas merupakan bab pertama dari buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.
Dalam bab berjudul Permenungan
dan Pengapungan tersebut,
Pram menceritakan awal perjalanannya menuju Pulau Buru. Dalam bab ini, ada
salah satu cerita yang menarik tentang ikan Cakalang. Pram menceritakan
pengalamannya saat sedang melintasi laut Banda yang merupakan gudang ikan
cakalang. “Dalam hidupnya, jenis yang satu ini terus-menerus berenang dengan
kecepatan paling tidak 20 mil/jam. Kalau tidak, sistem saluran darahnya yang
berada di bawah kulit akan beku. Dia pilih mati daripada berhenti,” tutur Pram.
Dalam bab-bab selanjutnya, buku ini menceritakan kisah penahanan
Pram di Pulau Buru. Ada pula surat dari Titiek, anaknya, kepada Pram. Di Pulau
Buru, surat telah menjadi milik umum. Hampir semua tahanan ingin tahu bagaimana
kabar keluarga teman senasibnya. Akhirnya mereka pun sama-sama meneteskan air
mata. Dan Pram, ia tetap menuliskan surat balasan pada anak yang selalu
menunggunya di depan rumah setiap hari. Meski ia sendiri sadar bahwa surat yang
ia tulis tak bakal bisa dikirimkannya.
Kerinduan pada keluarga merupakan hal yang lumrah bagi para tapol.
Bahkan ketika masih di Jawa, ada seorang anak tapol yang mencari bapaknya dari
penjara ke penjara. Setelah menemukan bapaknya, anak tersebut tak mau pulang. Ia
pun lantas ikut hidup dalam tahanan dan mendapat julukan tapil (tapol kecil).
Namun ketika bapaknya dibebaskan, anak ini justru tidak ikut dibebaskan. Ia
justru ikut dibuang ke Pulau Buru. Bayangkan, anak berumur sekitar 13 tahun
dibuang ke Pulau Buru!
Dahulu, pengasingan di Pulau Buru disebut sebagai Proyek
Kemanusiaan Tefaat (Tempat Pemanfaatan Tapol) Buru. Di pulau tersebut, Pram dan
teman-temannya menjalani kerja paksa. Sebagian mati karena kerja paksa yang tak
manusiawi tersebut. Sebagian lainnya mati karena kelaparan ataupun disiksa oleh
aparat di Pulau Buru. Sisanya, ada yang mati tenggelam saat memancing ataupun
dipenggal kepalanya oleh penduduk setempat. Maklum, tidak semua penduduk Pulau
Buru dapat bersahabat dengan para tapol.
Hampir semua penduduk Pulau Buru bergantung pada alam dan hidup
berpindah-pindah. Mereka tentu sangat terganggu dengan para tapol yang mendapat
tugas membabat hutan, membuka ladang, dan membangun jalan. Pramoedya menyebut
masa penahanannya ini sebagai “invasi legendaris yang dibiayai oleh orang-orang
buangan tanpa status.”
Salah satu kamp yang menjadi tempat penyiksaan para tapol bernama
Jigo Kecil. Di kamp pengasingan tersebut, para tapol seringkali diperlakukan
secara sadis hingga meninggal oleh para aparat yang bertugas di Pulau Buru. Tak
pernah ada tuntutan hukum pada aparat yang membunuh tapol di tempat ini.
Saat itu, sekitar 12.000 orang tapol diasingkan di Pulau Buru.
Pada bagian akhir buku ini, Pram menghitung jumlah orang yang
meninggal di Pulau Buru mencapai 337 orang. Meski begitu, jumlah ini masih dapat
membesar. Pencatatan yang dilakukan Pram dan teman-temannya sesama tapol hanya
berdasar ingatan.
Ketika ditahan di Pulau Buru, beberapa tapol sering dituduh melakukan
pemberontakan dan perlawanan terhadap aparat yang mengawasi mereka. Tuduhan ini
dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Sejak itu Pram pun sadar. “Apa
yang dituduhkan pada tapol sebenarnya apa yang diharapkan dilakukan oleh tapol.
Suatu metode dalam kejahatan politik yang baru pertama kali kukenal,” ungkap
Pram.
Meski begitu, usaha para aparat ini tidak berhasil. Mereka tetap tak
melawan. Pembenaran yang berusaha dicari Orde Baru atas penahanan mereka pun
akhirnya menjadi tak beralasan. Dunia internasional terus-menerus meminta para
tahanan dibebaskan. Para Tapol ini pun akhirnya dibebaskan secara bertahap,
termasuk Pram sendiri.
Nyanyi Sunyi Seorang Bisu merupakan bagian dari sejarah kelam Indonesia. Suatu ketika,
seorang wartawan bernama Rosihan Anwar pernah berkata pada Pram, “pengalamanmu
tragis pram.” “Jangan dikatakan suatu tragedi,” balas Pram. Bagi Pram, setiap
pengalaman merupakan pondasi bagi orang yang dapat menilainya secara tepat
untuk hidupnya kemudian. Semoga negara ini juga dapat menjadikan Pulau Buru
sebagai pondasi untuk menciptakan kehidupan bernegara yang lebih manusiawai.
Kalau tidak, akan semakin banyak terdengar nyanyi sunyi orang-orang bisu
lainnya.
Judul buku // Nyanyi
Sunyi Seorang Bisu
Penulis // Pramoedya
Ananta Toer
Penerbit //
Lentera
Tahun terbit //
Februari 1995
Halaman // xv + 319
Halaman // xv + 319
Pragmatic Play announces a new online slots and casino games
BalasHapusPragmatic Play releases new slot games · Fruit 여수 출장샵 Party 3 · 군포 출장마사지 The Dog 서산 출장안마 House 2 안양 출장안마 · The Biggest Win! · Gonzo's Quest · Jackpot 6000 김제 출장마사지 · The Dog House