Pages

Selasa, 03 Mei 2011

Indonesia Bercerita

Kekerabatan yang Ditelan Sengketa tak Berkesudahan

oleh: Henry Adrian

Malaysia merupakan negara yang asing bagi saya. Gambaran tentang Malaysia sebagian besar hanya saya dapatkan dari berbagai pemberitaan di media massa. Pemberitaan yang hampir semuanya berbicara tentang konflik antara Indonesia dan Malaysia. Mulai dari sengketa wilayah, kebudayaan, hingga penyiksaan TKI yang bekerja di Malaysia.
Ketika melihat berita-berita tersebut, banyak orang Indonesia yang marah. Mereka meneriakan pekik anti-Malaysia dalam berbagai bentuk. Hubungan antara Indonesia dengan Malaysia sebagai negara serumpun seolah terputus. Masing-masing pihak berdiri di garis kebangsaannya masing-masing dan sejarah pun dilupakan.
Linda Christanty, pemimpin redaksi Aceh Feature, menjadi editor sekaligus menulis kata pengantar dalam buku ini. Dalam pengantarnya, Linda, wartawan cum sastrawan kelahiran Bangka ini menuturkan kedekatannya dengan Malaysia semasa kecil. Siaran radio Malaysia menjadi temannya kala itu.
Menurut Linda, akar konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia adalah kolonialisme di Asia Tenggara. Sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, para pejuang di kedua negara tersebut sebenarnya telah membuat kesepakatan untuk sama-sama mengusir kolonialisme dari tanah kelahirannya masing-masing.
Namun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Malaysia justru diabaikan. Hal inilah yang membuat Malaysia marah. Indonesia beralasan, jika ia ikut campur dalam politik di Malaysia, ia akan menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu Inggris yang menjajah Malaysia dan Belanda yang hendak menjajah Indonesia lagi. Akhirnya, sisa-sisa konflik kepentingan itu terus terasa hingga hari ini dan dapat kembali meletup kapan saja.
Dalam buku inilah, Karim Raslan, seorang kolumnis lulusan hukum dari Universitas Cambridge, berusaha menjembatani perbedaan-perbedaan yang sekarang muncul ke permukaan. Perbedaan yang tak lagi dimaknai dalam konteks saudara serumpun, namun dalam konteks kepentingan politik dan ekonomi.
Selama bertahun-tahun, Karim berkelana dari satu kota ke kota lainnya di Indonesia. Ia menulis cerita dari seorang anak pesantren seperti Gus Dur hingga Ustaz Khoiron yang tinggal di kampung Bangunsari, lokasi prostitusi di Surabaya. Ia bercerita tentang kekacauan kasus Century hingga seorang polisi di Bali bernama Haji Bambang. Haji Bambang adalah orang pertama yang tiba di lokasi dan selama berhari-hari berusaha menyelamatkan para korban ledakan bom Bali yang terjadi di Kuta.
Selain cerita-cerita tersebut, masih banyak lagi cerita lainnya yang Karim kumpulkan. Semuanya tak melulu bercerita tentang isu-isu hangat, sebagian besar justru bersifat personal dan terlupakan. Itulah Karim, seorang tukang cerita yang menurutnya “duduk di pinggir pasar, merangkai kalimat yang kelak menjadi sebuah kisah atau tulisan.”
Meski memiliki latar belakang sejarah yang berdekatan, bahkan dalam beberapa hal sama, Karim sadar tidak mudah mendekatkan Indonesia dengan Malaysia. Salah satu teori Karim tentang hal ini adalah bila dua orang berdiri terlalu dekat, kemungkinan yang satu akan menginjak kaki yang lain.
Hal tersebut tampak dari membanjirnya para pekerja Indonesia di Malaysia. Minimnya sumber daya manusia di beberapa bidang pekerjaan di Malaysia menjadi daya tarik bagi banyak orang Indonesia. Sebagian orang Indonesia itu datang dengan legal, namun tak jarang pula yang menempuh jalur ilegal. Akhirnya, membanjirnya tenaga kerja Indonesia di Malaysia menjadi masalah tersendiri.
Memang, ada yang datang dengan kesungguhan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tapi tak jarang pula ada orang-orang tak bertanggung jawab yang datang dan membuat setumpuk masalah. Akhirnya, pandangan negatif atas orang Indonesia pun muncul karena orang-orang yang disebut belakangan ini.
Di Malaysia sendiri telah beberapa kali terjadi kasus penyiksaan majikan atas TKI yang bekerja padanya. Meski pada kenyataannya hanya sedikit yang melakukan penyiksaan, namun hal ini cukup memicu sikap permusuhan antara orang Indonesia dengan Malaysia.
Akhirnya, masalah-masalah ini semakin diperparah dengan adanya konflik perebutan wilayah hingga nilai-nilai budaya. Media massa sangat berperan dalam proses peruncingan konflik ini. Dimana berita-berita tentang “keburukan” kedua negara digembar-gemborkan, sedang “kebaikannya” dilupakan.
Di sinilah peran buku Karim sesungguhnya. Jika meminjam judul buku Pramoedya Ananta Toer, Karim berusaha menampilkan nyanyi sunyi orang-orang bisu di Indonesia. Dari orang-orang yang hanya muncul dalam bentuk angka statistik kependudukan ini, Karim berusaha membuat orang-orang ini bercerita tentang keberagaman, toleransi, dan kebersamaan. Dari orang-orang yang seringkali terlupakan dan dilupakan inilah Karim berusaha mendamaikan Indonesia dan Malaysia.

Judul buku // Ceritalah Indonesia
Penulis // Karim Raslan
Penerbit // Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun terbit // September 2010
Halaman // xxi + 135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tweet Share